Efek Domino Medical Recordku

Hello All… lama rasanya tak mengotori wall wordpressku ini. Sejujurnya aku tidak punya kalimat pembuka lain deh selain menceritakan alasan lama gak nulis selain karena kesibukan. Sibuk itu ya palingan mengerjakan pekerjaan kantor. Karena kalau sudah balik rumah petakan kos kontrakan itu mengumpulkan hawa semangat menulis agak susah. Dan itu bener banget apalagi dengan kondisi cuaca yang cukup dingin. Bawaannya pengen tidur melulu.

Headline berita dan televisi isinya tentang banjir di seluruh penjuru Indonesia. Manado dan Jakarta menjadi trending topic buat dua minggu ini. Selalu bisa ditebak pula ada begitu banyak momen pencari perhatian secara instan bagi caleg dan parpol yang sok memberi bantuan. Kasih aja bantuan yang banyak tapi jangan pilih parpolnya. Pilih yang pasti-pasti aja. Kasian Pak Jokowi dan Pak Ahok baru aja beberapa belas bulan membenahi Jakarta dah dicaci-maki. Semoga beliau semua diberi kesabaran sama yang Maha Kuasa membenahi Jakarta ruwet begitu juga ruwet penduduknya. Amiiin.

Awal Januari ini aku mendapati ternyata track record kesehatanku cukup bikin mata terbelalak. Karena disamping setahun ini aku udah jarang berolahraga dimana biasanya aku treadmill rutin seminggu minimal 2 kali selama 10 menit sampe gobyos (basah kuyup karena keringat), selama 6 bulan terakhir tak pernah aku lakukan lagi. Selain itu, karena terobsesi oleh menjadi “berisi” a.k.a “gendutan dikit”, aku menggunakan berbagai macam cara. alhasil pola makan tidur makan tidur jadi pembiasaan bagiku.

Hasilnya terasa pas hasil Medex (Medical Examination) diberikan. Kebetulan kalau di kantor setiap pegawai darat rutin setahun sekali tes kesehatan mulai dari rontgent, ECG dan juga cek darah lengkap dan urine. Pas dibuka aku yakin sih ga ada masalah apa-apa ya karena setahun lalu tes medical ku juga bagus-bagus aja. Eeeeh… kok ada dua hal yang abnormal ya? Yang bener? Ternyata Kolesterol dan Asam Urat kadarnya berlebih. Maaak…???!!! Kok Bisa ya? (Sambil menerawang jauh ke masa silam)

Tidak terima keputusan itu sih iya, karena kolesterolku 240 (resiko tinggi) dan asam urat normalnya 7.2 sedangkan aku 7.8. Rada ga percaya gitu badan sekurus ini ternyata kolesterol tinggi ya. Akhirnya, kewajiban setelah medex biasanya adalah harus menemui dokter yang ada untuk berkonsultasi mengenai catatan-catatan kesehatan yang ada di hasil medex yang kudapetin. Akhirnya bertanyalah aku untuk yang satu ini kenapa kolesterol bisa naik secepat itu dalam setahun? Faktor pemicunya apa saja?

Usut punya usut nih ternyata pola makanmku salah total. Jadi karena faktor masih anak kosan nih cenderungnya beli yang praktis-praktis aja di luar rumah. Dokternya paham amat nih kalau di daerah bandara yang terkenal junk foodnya adalah “Pecel Lele”. Bu dokter yang memeriksaku ini menebak bahwa setidaknya dalam seminggu aku makan pecel lele bisa 5 kali. Aduh Dok dikau benar sekali. Makan nasi padang dengan bumbu minyak berlimpah lebih dari 3 kali seminggu. Aduh Dok kali ini bener juga. Jadi menurut dokternya, tidak ada yang salah dengan pecel lele untuk dikonsumsi. Tapi yang salah ada pada minyak yang digunakan di proses penggorengan itu. 😮 Berapa kali minyak itu diganti dengan yang baru untuk menggoreng lele atau tempe? Jangan-jangan minyaknya bekas-bekas lagi? Aduh sampe disitu aku langsung tertegun dan berpikir bahwa gak aman banget ya apa yang ada di sekeliling kita. Jadi permasalahan utama disini adalah aku sering makan makanan di luar yang penuh minyak tak sehat. Termasuk ketika makan nasi padang dengan lauk rendang atau daging balado dengan sambal hijaunya yang meleleh-leleh lalu disiram kuah gulai atau otak? Siapa yang gak nolak atuuuh hahahahha.

Pecel Lele enak yang tiap malam selalu kubeli hahaha

Pecel Lele enak yang tiap malam selalu kubeli hahaha

Karena itulah kata dokternya aku harus membatasi makanan yang tak sehat tipe seperti itu. Lalu aku harus juga diet kacang-kacangan sambil diberi Lipitor untuk penurun kolesterol dan Reucid untuk penurun asam uratnya. Selama dua minggu kedepannya aku harus cek darah lengkap lagi. Yoyoyoy semangat. Dokternya berpesan batasi gorengan, batasi pecel lele, batasi nasi padang, perbanyak buah dan sayur dan jangan suka makan sambel berminyak. Siap Dok!!!!

Dokter umum sudah, lalu besoknya aku merasa tenggorokan sakit gak bisa nelan. Waduh kenapa pula nih tenggorokan tumbenan amat ya? Akhirnya sore agak gerimis aku memaksakan diri ke dokter THT Awal Bros Tangerang. Pas sampe di meja resepsionis langsung aja aku minta jadwal dokter THT yang available malam. Ternyata ada dr. Yanti. Ga masalah lah asal dokter ini bisa nyembuhin radang tenggorokanku. Pas nyerahin kartu inhealth gold-ku kok kepikiran sama mata bintitan yang dulu itu ya. Soalnya dulu pernah periksa kena bintitan atau bahasa kerennya hordeolum ke dokter, sama dokter kantor disuruh rujuk ke dokter mata untuk lebih presisinya. Cuma hampir lewat dua bulan sejak disarankan periksa ke dokter mata karena hordeolum alias bintitan yang ga sembuh-sembuh itu aku abaikan aja karena ga sempet banget mau ke rumah sakit buat periksa. Akhirnya sekalian aja aku minta dijadwalkan ke dokter mata. Approved dan langsung disuruh nunggu di poli THT. Ga ribet nih rumah sakit langsung cepat pelayanannya. Suka!!!!

Di poli THT ternyata aku satu-satunya pasien, jadi pas di THT langsung cek tensi dan berat badan. Abis itu ke dokternya langsung curhat *ceilah bahasanya. Abis itu disuruh duduk di kursi aneh semacam kursi yang bisa diatur sandarannya buat tiduran dilengkapi banyak alat-alat gitu, lalu dokternya masukin sebuah alat ke dalam mulutku.

Dokter (D) : Mas dibuka bentar ya mulutnya sambil bersuara aaaaa panjang!”

Aku (A) : “AAAAAAAAAAAA.” *pake nada D#

D : “Mas amandelnya bengkak nih dua-duanya..”

A : “Ngik… ngik…” (ga bisa bersuara karena ada alat itu di mulut)

D : “Suka makan gorengan dan es ya?”

A : “Ngik… ngik..” (masih diem ga bisa bersuara soalnya ada alat itu)

Lalu dokternya udahan, aku langsung balik ke tempat duduk semula sambil takut-takut denger vonis dokternya. Kena tonsilitis deh ternyata, no wonder lah. Lalu dokternya memberikan wejangan utnuk tidak makan makanan berminyak (minyak lagi!!!!) gorengan, dan sesuatu yang suhunya ekstrem (busyet apaan tuh?). Lalu dokternya meresepkan antibiotik dan obat pereda nyeri. Sembuh sembuh sembuh!

Tonsilitis versi yang lumayan parah

Tonsilitis versi yang lumayan parah

Abis poli THT langsung tancap ke poli mata. Ternyata dokternya masih on the way. Banjir pula katanya. Lumayan nunggu sejam sampe dokternya dateng baru bisa dilayanin. Dokter Michael untuk yang mata ini. Langsung curcol untuk yang kedua kalinya mengenai hordeolum itu. Lalu sama dokternya diarahkan ke alat pemeriksa mata dan aku harus membelalakkan mata dan melihat ke atas. Diperiksa sama dokternya secara seksama dan di tengah pemeriksaan itu, kata-kata dokternya cukup bikin kaget.

D : “Mas mau gak kalau dioperasi kecil?”

A : “Hah? Emangnya kenapa matanya dok?” (*mulai mikir yang enggak-enggak)

D : “Mas-nya kena chalazion.”

A : …. (*diem cengo gak paham sambil menyiratkan muka bego)

D : “Chalazion itu gampangnya nanah sisa bintitannya udah mengeras mas, jadi harus diambil dan dikeluarkan!”

A : “Ha? Serius dok? Oooo, boleh aja kalau gitu hari ini aja gimana?” (padahal ngeri aja denger kata operasi)

D : “Oke sekarang aja ya setelah pasien saya yang terakhir.”

Lalu setelah itu aku menunggu setengah jam sampai akhirnya perawat memanggilku kembali. BB lowbat jadi ga bisa searching chalazion itu apa sebenernya. Jadi pasrah aja nunggunya. Pas di dalem ruangan, berbaring di kursi semacam dokter gigi untuk pasien itu cuma bedanya di atas kepala ada lampu dan alat besar gatau namanya. Lalu wajahku ditutupi kain hijau berlubang yang kahs operasi itu. Sempet-sempetnya dokternya tanya-tanya Garuda Indonesia pindah ke Halim Perdana Kusuma. Aku jawab sekenanya aja. Abisnya jantungan juga mau dioperasi mendadak gini. Ya walaupun operasi kecil sih. Lalu dokternya bilang, mas ntar sakit bentar ya dan cesssss……. periiiiiiih woy perih wooooy….. *tangan mengkeret. Lalu ceees lagi dan ceessss lagi *mati. Selama itu aku langsung melihat sesuatu berjalan di mataku dan agak kurang jelas karena mataku perih banget disuntik obat mati rasa itu. Yang kuingat aku lihat pisau diatas mataku secara nyata dan diambil lah “chalazion” itu. Ampun ngeri-ngeri sedap dah pengalaman 10 menit ini. Sakitnya lumayaan deh huhuhuhuhu. Abis itu mataku diolesi entah apa itu namanya lalu diperban selama 1 jam. Sekilas kulihat di kaca kayak bajak laut tapi penutup matanya putih. Harus dikompres hangat dan diolesi salep mata sehari dua kali dan jangan sampai kena air. Dalam hatiku pengen tanya sih kalau nangis gimana? hehehehehe.

Contoh Hordeolum

Contoh Hordeolum

Contoh Chalazion (agak mirip hordeolum ya?)

Contoh Chalazion (agak mirip hordeolum ya?)

Lalu apa Chalazion itu? Dokternya sempet berpesan gini, “Jangan terlalu banyak makanan berlemak ya mas!”. Aku langsung mikir wah ini hubungannya pasti sama pecel lele itu dah. Gila ya, semuanya berantai dan saling berhubungan satu sama lain. Seminggu lagi aku harus kontrol dan kayaknya mulai saat ini aku harus menjaga pola makan dengan benar-benar. Jadi, Chalazion itu adalah gangguan umum pada mata dan merupakan inflamasi granulomatosa kelenjar meibomian di kelopak mata atas atau bawah. Gangguan ini ditandai dengan pembengkakkan setempat dan biasanya berkembang lambat selama beberapa minggu.

Chalazion bisa menjadi cukup besar untuk menekan bola mata, sehingga menyebabkan astigmatisme dan mungkin harus di insisi dan dikuretase melalui pembedahan. Orang yang suseptibel terhadapnya bisa menderita lebih dari satu kalazion karena kelopak mata atas dan bawah mengandung banyak kelenjar meibomian. Jika kalazion menjadi persisten dan kronis, kanker kelenjar meibomian harus dicegah melalui biopsi. (sumber disini). Serem amat ya, jadi hordeolum yang menetap dan mengeras itu bisa menyebabkan Chalazion itu.

Habis semua kejadian ini aku harus benar-benar me-review apa yang aku makan selama ini. Menggiatkan olahraga lagi. Mengatur asupan makanan dan menghindari junk food. Pecel lele kayaknya tetap masih mejadi favoritku. Cuma sekarang harus pilih-pilih nih yang mana paling bersih masaknya. Tapi rata-rata sih minyak untuk menggoreng pecel lele itu susah digantinya ya. Mending Pecel lele nya dibungkus mentahnya aja masak di rumah. Hahahahahaha… tambah ribet lagi.